10 Maret 2016

Banyumas, Budaya Tanpa Taman

Share

Banyumas, Budaya Tanpa Taman *)
Oleh Teguh Trianton **)

Budaya merupakan salah satu tanda keberadaan sebuah entitas. Ia menjadi salah satu fitur untuk mengidentifikasi kehadiran diri dan masyarakat tertentu. Budaya yang tumbuh dalam sebuah kelompok sosial selalu bersifat unikum dan distingtif. Oleh sebab itu budaya sering digunakan sebagai identitas diri atau sekelompok orang dalam pergaulan sosial.

Identitas dalam perspektif kajian budaya (cultural studies) merupakan sebuah entitas yang tidak tetap. Ia berubah mengikuti narasi sejarah, rentang waktu, dan ruang tertentu. Identitas merupakan proses menjadi; proyek terbentuknya sesuatu menjadi sesuatu yang baru. Dengan demikian, budaya sebagai identitas maupun sebagai entitas niscaya mengalami perubahan.

Budaya dalam perspektif antropologi ditempatkan sebagai muasal seseorang atau masyarakat yang secara etnik memiliki perbedaan dari etnis lain. Budaya adalah latar, tempat dari mana seseorang berasal. Dalam konteks ini, budaya sebagai identitas adalah sesuatu yang harus dipertahankan sebagai karakter pembeda dari entitas budaya lain.


Budaya Banyumas
Di wilayah Jawa Tengah, terdapat tiga ranah besar budaya, yaitu negeri gung (Surakarta), pesisir pantai utara (Tegal), dan bagelen (Banyumas). Dalam ranah budaya Jawa; Banyumas merupakan salah satu entitas lokal yang unikum. Budaya Banyumas mengandung kearifan lokal yang menjadi identitas masyarakat setempat. Budaya ini memiliki anasir pembeda dari budaya masyarakat negeri gung dan pesisir.

Identitas masyarakat Banyumas dalam perspektif kajian budaya akan selalu mengalami perubahan, enkulturasi, melentur, bahkan luntur, sehingga terbentuk identitas budaya yang baru. Kearifan lokal yang merupakan akar budaya masyarakat setempat akan bersentuhan dengan budaya dari luar dalam medan reproduksi budaya. Kehadiran budaya luar melalui berbagai medium dan cara akan memengaruhi eksistensi dan menciptakan identitas baru. Di sini, tidak diperlukan pemilahan yang lokal dan yang luar; yang adiluhung dan yang populer.

Dalam konteks di atas, maka budaya sebagai identitas masyarakat Banyumas tidak memerlukan medium khusus sebagai laboratorium persemaian dan pelestarian. Ruang-ruang publik seperti taman kota -yang sedang gencar dibangun oleh pemerintah setempat- dengan sendirinya merupakan laboratorium yang efektif untuk peleburan budaya populer dengan budaya lokal. Ruang-ruang pribadi yang dilengkapi beragam produk teknologi juga andil dalam pembentukan identitas baru.

Taman Budaya
Namun, budaya Banyumas dalam konteks kearifan lokal yang distingtif, bersifat etnik, dan adiluhung harus dipertahankan. Budaya Banyumas yang bersumber dari kearifan lokal yang positif perlu dilestarikan. Budaya Banyumas yang beruwujud (tangible) dan yang takberwujud (intangible) memerlukan sebuah wadah yang berfungsi sebagai laboratorium budaya. Sebuah tempat yang menjadi pusat aktivitas budaya sekaligus rujukan bagi siapa saja yang ingin mempelajari nilai-nilai kearifan lokal yang positif.

Budaya Banyumas saat ini berada di ambang kecemasan akan luntur di tengah penetrasi budaya populer yang belum tentu selaras dengan nilai yang sudah ada. Tanggung jawab pemertahanan dan pelestarian budaya berada di pundak seluruh elemen; mulai dari seniman, budayawan, ilmuwan, masyarakat, dan pemerintah daerah sebagai representasi negara. 

Dalam konteks Banyumas, upaya pelestarian budaya perlu dukungan kongkrit dari pemangku kebijakan. Pemerintah daerah yang merepresentasikan negara harus hadir, andil dalam upaya pemertahanan identitas daerahanya.

Pada awalnya pemerintah Kabupaten Banyumas menyediakan wadah sebagai pusat kegiatan seni dan budaya. Tahun 1970 Bupati Banyumas Soekarno Agung, meresmikan salah satu bekas gedung bioskop menjadi pusat kegiatan seni bernama Gedung Kesenian Soetedja (GKS). Tahun 2004 pemerintah memfungsikan GKS sebagai gudang logistik Pemilu. Sejak itu, seniman kehilangan pusat kegiatan seni dan budaya. Hingga di awal tahun 2015 GKS dirobohkan menjadi area perluasan pasar (Kedaulatan Rakyat/KR, 02/08/2015).

Kemudian, sebagai kompensasinya pemerintah mewacanakan pendirian gedung kesenian baru dengan konsep taman budaya. Realisasi pendirian Taman Budaya Banyumas (TBB) merupakan amanat Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas). Bappenas telah memutuskan bahwa di Jawa Tengah akan ada tiga taman budaya yaitu Taman Budaya Surakarta (TBS), Taman Budaya Tegal, dan Taman Budaya Banyumas (KR, 17/12/2007).

Jika pemerintah serius merealisasikan TBB, maka kecemasan akan lunturnya identitas budaya Banyumas sedikit terjawab. TBB sebagai konservatorium budaya menjadi impian yang mendesak diwujudkan.

*) Esai ini dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, Minggu 06 Maret 2016, halaman 18.
**) Teguh Trianton, Peneliti Beranda Budaya, Siswa Program Doktor PBI UNS, mengajar di Prodi PBSI FKIP UMP.

| More

0 Comments:

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.