Banyumas, Budaya Tanpa Taman *)
Oleh Teguh Trianton **)
Budaya
merupakan salah satu tanda keberadaan sebuah entitas. Ia menjadi salah satu fitur
untuk mengidentifikasi kehadiran diri dan masyarakat tertentu. Budaya yang
tumbuh dalam sebuah kelompok sosial selalu bersifat unikum dan distingtif. Oleh
sebab itu budaya sering digunakan sebagai identitas diri atau sekelompok orang
dalam pergaulan sosial.
Identitas
dalam perspektif kajian budaya (cultural
studies) merupakan sebuah entitas yang tidak tetap. Ia berubah mengikuti narasi
sejarah, rentang waktu, dan ruang tertentu. Identitas merupakan proses menjadi;
proyek terbentuknya sesuatu menjadi sesuatu yang baru. Dengan demikian, budaya
sebagai identitas maupun sebagai entitas niscaya mengalami perubahan.
Budaya dalam
perspektif antropologi ditempatkan sebagai muasal seseorang atau masyarakat
yang secara etnik memiliki perbedaan dari etnis lain. Budaya adalah latar, tempat
dari mana seseorang berasal. Dalam konteks ini, budaya sebagai identitas adalah
sesuatu yang harus dipertahankan sebagai karakter pembeda dari entitas budaya
lain.
Budaya Banyumas
Di wilayah
Jawa Tengah, terdapat tiga ranah besar budaya, yaitu negeri gung (Surakarta), pesisir
pantai utara (Tegal), dan bagelen (Banyumas). Dalam ranah budaya Jawa; Banyumas
merupakan salah satu entitas lokal yang unikum. Budaya Banyumas mengandung
kearifan lokal yang menjadi identitas masyarakat setempat. Budaya ini memiliki
anasir pembeda dari budaya masyarakat negeri gung dan pesisir.
Identitas
masyarakat Banyumas dalam perspektif kajian budaya akan selalu mengalami
perubahan, enkulturasi, melentur, bahkan luntur, sehingga terbentuk identitas
budaya yang baru. Kearifan lokal yang merupakan akar budaya masyarakat setempat
akan bersentuhan dengan budaya dari luar dalam medan reproduksi budaya.
Kehadiran budaya luar melalui berbagai medium dan cara akan memengaruhi eksistensi
dan menciptakan identitas baru. Di sini, tidak diperlukan pemilahan yang lokal
dan yang luar; yang adiluhung dan yang populer.
Dalam
konteks di atas, maka budaya sebagai identitas masyarakat Banyumas tidak
memerlukan medium khusus sebagai laboratorium persemaian dan pelestarian.
Ruang-ruang publik seperti taman kota -yang sedang gencar dibangun oleh
pemerintah setempat- dengan sendirinya merupakan laboratorium yang efektif
untuk peleburan budaya populer dengan budaya lokal. Ruang-ruang pribadi yang
dilengkapi beragam produk teknologi juga andil dalam pembentukan identitas
baru.
Taman Budaya
Namun,
budaya Banyumas dalam konteks kearifan lokal yang distingtif, bersifat etnik,
dan adiluhung harus dipertahankan. Budaya Banyumas yang bersumber dari kearifan
lokal yang positif perlu dilestarikan. Budaya Banyumas yang beruwujud (tangible) dan yang takberwujud (intangible) memerlukan sebuah wadah yang
berfungsi sebagai laboratorium budaya. Sebuah tempat yang menjadi pusat aktivitas
budaya sekaligus rujukan bagi siapa saja yang ingin mempelajari nilai-nilai kearifan
lokal yang positif.
Budaya
Banyumas saat ini berada di ambang kecemasan akan luntur di tengah penetrasi budaya
populer yang belum tentu selaras dengan nilai yang sudah ada. Tanggung jawab
pemertahanan dan pelestarian budaya berada di pundak seluruh elemen; mulai dari
seniman, budayawan, ilmuwan, masyarakat, dan pemerintah daerah sebagai
representasi negara.
Dalam
konteks Banyumas, upaya pelestarian budaya perlu dukungan kongkrit dari
pemangku kebijakan. Pemerintah daerah yang merepresentasikan negara harus hadir,
andil dalam upaya pemertahanan identitas daerahanya.
Pada awalnya
pemerintah Kabupaten Banyumas menyediakan wadah sebagai pusat kegiatan seni dan
budaya. Tahun 1970 Bupati Banyumas Soekarno Agung, meresmikan salah
satu bekas gedung bioskop menjadi pusat kegiatan seni bernama Gedung Kesenian
Soetedja (GKS). Tahun 2004 pemerintah
memfungsikan GKS sebagai gudang logistik Pemilu. Sejak itu, seniman
kehilangan pusat kegiatan seni dan budaya. Hingga di awal tahun 2015 GKS dirobohkan menjadi area
perluasan pasar (Kedaulatan Rakyat/KR, 02/08/2015).
Kemudian, sebagai
kompensasinya pemerintah mewacanakan pendirian gedung kesenian baru dengan
konsep taman budaya. Realisasi pendirian Taman Budaya Banyumas (TBB) merupakan amanat
Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas). Bappenas telah memutuskan
bahwa di Jawa Tengah akan ada tiga taman budaya yaitu Taman Budaya Surakarta
(TBS), Taman Budaya Tegal, dan Taman Budaya Banyumas (KR, 17/12/2007).
Jika
pemerintah serius merealisasikan TBB, maka kecemasan akan lunturnya identitas
budaya Banyumas sedikit terjawab. TBB sebagai konservatorium budaya menjadi impian
yang mendesak diwujudkan.
*) Esai ini dimuat di SKH
Kedaulatan Rakyat, Minggu 06 Maret 2016, halaman 18.
**) Teguh Trianton, Peneliti
Beranda Budaya, Siswa Program Doktor PBI UNS, mengajar di Prodi PBSI FKIP UMP.
0 Comments:
Post a Comment