Puisi Puisi Teguh Trianton
Ziarah
peradaban di tubuhmu
mengundangku hijrah
menyusuri sungai riwayat
yang telah lama padam
Purwokerto, Okt 2009
Fragmen gerimis
jika hujan kecil-kecil
itu adalah rindu,
buat apa kau keringkan
baju basah di tubuhku
sedang laut adalah hatiku
yang tak pernah tuntas
mengeringkan diri
dari guyuran matahari
Purwokerto, Januari 2010
Fragmen ladang jantung
kaki kiriku setengah jinjit
di atas bau tanah basah
memetik jantung buah pisang,
aku teringat saat
jantungku kau petik,
lalu kau pompa
debar ke tiap bilik jantungku
dengan sisa pulsa jantungmu
Purwokerto, Januari 2010
Fragmen dari hujan
selalu saja, hujan lebih dulu menuliskanya
pada basahnya;
tercatat keterlanjuran rinduku pada daun,
dahan, tanah, akar, lekuk sungai, dan laut
di tubuhmu
yang berliku
Purwokerto, Maret 2010
Episode embun
jika sehelai embun yang bersimpuh di ujung daun bambu
adalah kau,
akulah sungai yang telah lama padam
menunggu angin berhembus
meniup kau jatuh menjadi arus besar di dadaku
Purwokerto, Maret 2010
Percakapan diam
katamu,tak semua pertanyaan harus dijawab
dengan kalimat panjang-panjang
tatkala diam justru lebih menjelaskan
lalu buat apa kau bertanya lagi
tentang bibirku yang tengah termenung di ujung bibirmu
Purwokerto, 2008-2010
Musim kelima
tentang empat musim di mata telagamu,
sudah sejak dulu
aku mengimaninya
tapi pagi ini kau menawari aku
dengan musim kelima
yang membuat cuaca
batinku tanpa nama
Purbalingga, April 2010
Seperti sepertiga
sepertiga pagi,
sepertiga segelas kopi
sepertiga janji,
seperti sepertiga matahari.
sepertiga hari seperti kau
yang telah jadi sepertiga puisi.
Purwokerto Juli 2010
Terbit di Suara Karya Edisi Sabtu, 18 Desember 2010
0 Comments:
Post a Comment