13 Januari 2010

Sinematografi

Share



Menimbang Purbalingga Lewat Film

Oleh Teguh Trianton


Secara kasat mata, pembangunan di wilayah selatan (kota) Kabupaten Purbalingga memang berhasil. Pemandangan di wilayah kota mampu menerjemahkan kondisi ideal wajah sebuah kota yang terus bergerak maju. Usai membangun (memindah) pasar kota ke lokasi baru, pemerintah setempat membangun taman kota di bekas lokasi pasar.


Keberhasilan ini dianggap sebagai salah satu kado terindah dari pemerintah bagi masyarakat dalam perayaan hari jadi ke 179 Purbalingga. Kado ini juga menandai momen tutup tahun 2009 dan menjelang berahirnya masa jabatan Triyono Budi Sasongko (TBS) sebagai bupati.


Di luar itu, pada akhir masa jabatannya, bupati TBS juga berhasil membangun kembali stadion olah raga bernama Goentoer Darjono. Kemudian merealisasikan pembangunan museum wayang dan artefak, serta berhasil mengukuhkan (baca: membawa) Purbalingga sebagai kabupaten pro invesatasi tertinggi di Jawa Tengah.


Itulah gambaran terkini kondisi Purbalingga dalam bingkai perayaan 179 tahun Purbalingga dari sudut pandang pemerintah setempat. Gambaran yang sama juga terpampang dalam display stand-stand di Purbalingga expo tahun 2009 yang berlansung selama sepekan di penghujung tahun 2009 lalu.


Gambar Film

Gambaran benda-benda mati tentang Purbalingga di atas tentu saja berbeda, bahkan kontras dengan gabar hidup yang berhasil diabadikan oleh sejumlah pekerja seni -industri kreatif- di Purbalingga. Lihatlah enam judul film pendek terbaru karya sineas muda Purbalingga yang sengaja dibuat sebagai kado hari jadi Purbalingga.


Dengan sudut pandang berbeda, enam sutradara muda yang tergabung dalam wadah Cinema Lover Community (CLC) berhasil mendokumentasikan wajah lain Purbalingga. Hasil karya mereka patut dipertimbangkan dan dijadikan bahan inisiasi serta melihat bagaimana seharusnya pembangunan Purbalingga di masa datang.


Buruh

Dalam film “Trima Hidup Apa Adanya”, Bowo Leksono sang sutradara mencoba menyuguhkan narasi pendek tentang nasib seorang buruh pabrik pengolah rambut terbesar di Purbalingga. Trima adalah nama seorang buruh dari sekitar 50 ribu buruh yang bekerja di perusahaan dengan penanam modal asing (PMA).


Meski ia bekerja di perusahaan PMA, namun bayaran yang diterima belum setara UMK yang sekarang berlaku. UMK Purbalingga tahun 2009 sebesar Rp 618.750, sementara gaji yang diterima buruh pabrik di Purbalingga berkisar Rp. 250.000 hingga Rp 500.000. Sementara itu, survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) tahun 2010 ditetepkan sebesar Rp 803.000 dengan UMK sebesar Rp 695.000.


Padahal mereka masih harus menanggung ongkos transportasi setiap hari, biaya sekolah anak dan biaya hidup keluarga. Namun Trima menerima nasib itu apa adanya, seperti ribuan perempuan pekerja lainnya, yang menjadi tulang punggung keluarga.


Dengan durasi 19,32 menit, Bowo mampu memadatkan visualisi nasib ribuan buruh di Purbalingga. Trima hanyalah satu contoh gambar karikatur. Betapa predikat Kabupaten Proinvestasi belum mampu menjamin keberlangsungan hidup masyarakatnya.


Segamas

Sementara itu, tiga sutradara muda lainnya mencoba mengangkat satu tema yang sama. Dengan angel berbeda, ketiganya seperti menyusun tiga episode berseri kisah tragik pedagang di Pasar Segamas dan keriuhan jalan raya di Purbalingga.


Film ‘Segamas’ menjadi film terpanjang dalam kompilasi film bertajuk ‘Kado Buat Kota Tercinta’. Segamas mengangkat kisruh seputar relokasi pasar lama ke lokasi baru yang sekarang. Dalam film berdurasi 26,37 menit ini, Nanki Nirmanto –sutradara- berhasil menyuguhkan perselisihan antara pedagang dengan disperindagkop selaku pemegang kebijakan pengelolaan pasar.


Dilingkapi petikan pernyataan anggota DPRD dan Kepala Disperindagkop di sela-sela celoteh polos par pedagang, membuat seri dokumenter ini mirip liputan khusus seputar Segamas. Secara tegas film ini menunjukan bahwa pemindaan pasar dan pengelolaannya lebih banyak merugikan pedagang. Semenatara disperidagkop berkeras semua telah sesuai desain dan melalui kajian mendalam.


Serial ‘Segamas’ berlanjut dengan film ‘Daging Yang Tak Laku’. Film ini adalah satu fragmen garapan sutradara Shinta yang bertutur tentang nasib pedagang daging ayam yang mengalami penurunan omzet penjualan akibat relokasi pasar dan letak kios yang kurang strategis.


Episode ketiga adalah film mini “Uwis Sesek” sutradara Anargya Uswan. Film ini mendokumenterkan kondisi carut-marut lalulintas di Kota Purbalingga. Kepadatan kendaraan dalam film ini mencerminkan rendahnya kesadaran berlalu-lintas dan manajemen jalan raya.


Pendidikan dan Kesehatan

Dua film kado lainya adalah ‘Curug oh Curug’ sutradara Elma sulistiya Ningrum dan ‘Harapan Novita’ besutan Aris Prasetyo. Curug oh Curug berkisah tentang nasib sebuah objek wisata alami berupa air terjun yang terbengkalai di tengah gencarnya pembangunan objek wisata imitasi.


Sedangkan ‘Harapan Novita’ bertutur tentang kisah hidup seorang pelajar di sebuah SMP kecil di desa terpencil yang memiliki cita-cita menjadi dokter. Cita-cita Novita ini dilatar belakangi oleh kondisi perekonomian penduduk desa yang berada di bawah garis kemiskinan, sehingga tidak memiliki cadangan biaya hidup untuk urusan kesehatan.


Bahkan untuk bersekolah, para pelajar di desa harus menempuh perjalanan jauh tanpa sepatu lantaran jalan yang dilalui penuh dengan lumpur. Sementara untuk belajar di rumah pada malam hari, anak-anak tak mendapat penerangan yang cukup.


Terlepas dari teknis pengambilan gambar dan prosesi editingya, keenam film dokumenter tersebut, layak dijadikan penyeimbang untuk menghitung ulang keberhasilan pembangunan di Purbalingga.


Film-film ini sesungguhnya tengah membantu pemerintah memetakan permasalahan riil yang dihadapi masyarakat Purbalingga. Sehingga, siapapun yang akan memimpin Purbalingga ke depan, memiliki gambaran nyata tentang apa yang harus dilakukan, sesuai dengan kehendak rakyat.


Teguh Trianton, Periset Beranda Budaya (Banyumas)

Posting cetak: : Suara Merdeka Edisi Rabu, 13 Januari 2010


| More

1 Comment:

The Lover said...

Tau blog ini dari agupena mas, wah blognya bagus mas guru rembang

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.